Orong Nagasari adalah sebuah dusun yang berada di desa Sokong, kecamatan Tanjung, kabupaten Lombok Utara, provinsi Nusa Tenggara Barat (haha lengkap banget).
Bagaimana cara menuju ke dusun Orong Nagasari?
Dari Yogyakarta, ada beberapa cara untuk sampai di Lombok. Pertama, dengan menggunakan bis, bisa ditempuh sekitar dua hari perjalanan. Dimulai dengan pejalanan dari Yogya ke Banyuwangi, kemudian menyeberang dengan kapal ferri dari Banyuwangi ke Bali (sekitar setengah jam), lanjut perjalanan sekitar lima jam, dan menyeberang sekali lagi dari Bali ke Lombok (sekitar lima jam). Namun, jika menggunakan pesawat, cukup beberapa jam saja kok. Nah, karena saya turun di balai desa Sokong, perjalanan ke dusun Orong Nagasari bisa dilanjutkan dengan naik ojeg, ongkosnya sekitar 5-10 ribu, tergantung menawarnya.
Kenapa, saya sarankan naik ojeg? Karena jalan menuju dusun ini kurang begitu layak. Semacam jalan kecil berkelok-kelok,naik-turun dengan satu sisi berupa hutan dan sisi yang lain tebing sungai *lirik dinas terkait*. Tapi tenang, Insha Allah, tahun 2014 rencananya akan dibuat jalur baru yang lebih baik dan aman *Amin*.
Bagaimana kehidupan penduduk di dusun Orong Nagasari?
Dusun Orong Nagasari memiliki sekitar 70 KK dengan penduduk sekitar 300 jiwa. Kepala Dusun Orong Nagasari saat ini adalah Bapak Narto. Dusun ini sendiri baru diresmikan pada bulan Januari 2013 yang lalu. Dusun ini juga belum memiliki sekolah sendiri, jadi anak-anak dusun OrNas biasanya berjalan kaki ke dusun sebelah untuk sekolah, yang paling dekat ada SDN 1 Sokong di Lendang Galuh dan SMPN 3 Sokong di Karang Sobor. Untuk SMA, beberapa memilih SMKN 3 atau SMAN 1 Sokong.
Walaupun saya bilang paling dekat, tapi ya sebenarnya nggak dekat dekat banget. Yang SD, jaraknya sekitar satu kilometer, dengan menembus perkebunan dan pekarangan rumah penduduk. Yang SMP lebih jauh lagi, hampir dua kilometer.
Mayoritas penduduk Orong Nagasari adalah muslim. Terdapat mushola Raudatul Jannah yang menjadi tempat ibadah sekaligus berkumpul warga OrNas. Jadi, hampir semua kegiatan penduduk diumumkan lewat Mushola ini. Misalnya, pengumuman berita kelahiran, kematian, rapat warga, rohan (selamatan), bersih-bersih dusun dan sebagainya. Namun, sayangnya karena mushola Raudatul Jannah "statusnya" masih belum Masjid, untuk acara-acara besar seperti Sholat Jumat, Sholat Idul Fitri, dan Sholat Idul Adha, penduduk OrNas masih harus pergi ke masjid dusun Lading-Lading untuk beribadah. Kalau jalan kaki, berarti mblusuk-mblusuk melewati sungai dan (lagi-lagi) pagar rumah warga hehe.
Bagaimana kehidupan rohaninya?
Setiap hari, azan Subuh dikumandangkan sekitar pukul 4.45 WITA, kalo di Yogya jam 3.45 pagi. Jam segitu, langit masih gelap, jadi warga menuju mushola ditemani bulan dan bintang :) . Selesai sholat, sebagian pulang ke rumah masing-masing dan bersiap-siap kerja atau sekolah. Sebagian lagi mandi. Kenapa mandi? Karena sebagian penduduk belum memiliki sumur atau saluran air sendiri. Biasanya yang menjadi kamar mandi umum adalah milik Bapak Kadus dan mushola. Sisanya mandi dan mencuci di sungai.
Saat sholat Maghrib, anak-anak, dan remaja OrNas akan berbondong-bondong menuju mushola dan sholat berjamaah. Selesai Maghrib-an, yang masih Iqro belajar bareng kakak-kakak remaja atau Amaknya Faril (beliau adalah sesepuh dusun ini walaupun sebenarnya bisa dibilang usianya masih muda), yang sudah Al Quran mengaji bareng, sambil diingatkan kalau ada yang salah bacaan atau panjang harakatnya. Kegiatan ini berlanjut terus sampai azan Isya dikumandangkan.
Namun, ketika bulan Ramadhan, waktu untuk kegiatan mengaji bergeser jadi setelah Tarawih, lanjuuuttt terus sampai ngantuk (kadang jam 12, kadang jam 3). Khusus hari Sabtu, mengajinya sampai azan Subuh karena besoknya libur sekolah.
Namun, ketika bulan Ramadhan, waktu untuk kegiatan mengaji bergeser jadi setelah Tarawih, lanjuuuttt terus sampai ngantuk (kadang jam 12, kadang jam 3). Khusus hari Sabtu, mengajinya sampai azan Subuh karena besoknya libur sekolah.
Apa yang menarik dari dusun Orong Nagasari?
Semuanya.
Iya, semuanya hehe. Tapi biar nggak penasaran, ini beberapa contoh yang menarik dari OrNas :)
Iya, semuanya hehe. Tapi biar nggak penasaran, ini beberapa contoh yang menarik dari OrNas :)
Nama Orong Nagasari
Kata Bapak Kadus, nama Orong Nagasari, diambil dari kue nagasari. Nagasari adalah sejenis kue yang terbuat dari adonan tepung beras dan santan, ditambah potongan pisang kemudian dibungkus dengan daun pisang.
Rasanya gurih,kenyal dan manis. Enak. kalau di Kalimantan, namanya "Paes". Jadi tiap kali ada hajatan, bisa dipastikan kue Nagasarinya nggak ketinggalan.
Suasana Pedesaan yang adem
Kalau tinggal di sini itu, rasanya adeeeemmm banget. Udaranya bersih, pohonnya banyak, tenang, nyaman. Seolah waktu berhenti dan kita tinggal di dalam lukisan. Belum lagi penduduk OrNas yang ramah dan baik hati, juga anak-anak ceria yang jadi teman main selama di sini :)
Sebagian besar mata pencaharian penduduk OrNas adalah berkebun dan memelihara sapi. Jadi jangan heran, kalau tiba-tiba ada sapi kecil yang lari-lari nyari induknya, atau melihat anak kecil (yang lebih kecil dari si anak sapi) yang menuntun rombongan sapi yang baru selesai cari makan.
Jalan Kaki
Jalan kaki berkilo-kilometer sudah biasa bagi warga di sini. Kalau saya sih nggak keberatan, karena sepanjang perjalanan banyak pohon, terutama pohon kelapa, kebun-kebun, sungai, gunung yang menemani sepanjang perjalanan.
Beruga
Hampir semua rumah di Lombok memiliki beruga, ada yang besar, ada yang kecil. Beruga adalah semacam pondok kecil, terbuat dari kayu, dengan atap daun nipah tanpa dinding. Hampir semua kegiatan keluarga bisa dilakukan di beruga ini. Tempat bermain, mengobrol, menyiapkan bahan masakan, bahkan tidur.
Sapaan Akrab
Sebutan bagi bapak disini adalah "Amak", untuk ibu "Inak", kakek "Bapu' Mama", dan nenek "Bapu' Nina". Tapi jangan sembarangan manggil Amak-Inak di daerah Lombok, di luar dusun ini. Karena beberapa daerah menganggap panggilan Inak hanya cocok untuk para perempuan yang berdagang di pasar. Sementara penduduk dusun OrNas sebagian besar adalah suku Sasak, jadi nggak masalah kalau memanggil Amak-Inak selama di sini.
Ngomong-ngomong, namaku sendiri juga berubah selama di OrNas. Dari NURUL jadi NULUR hahaha.
Rohan
Apabila ada suatu keluarga yang mengadakan hajatan/Rohan, biasanya inak-inak, amak-amak, sampai anak-anak akan tumpah ruah membantu keluarga yang punya hajat. Inak-inak bagian memasak makanan ringan dan kue. Amak-amak bagian yang menyembelih sapi/kambing, menguliti, memotong, sampai memasak daging. Anak-anak? Ya sebagai tim penggembira, mulai dari main-main, ketawa-ketawa, berkelahi, nangis-nangisan, ngadu ke ibu masing-masing, sampai mencicipi makanan yang sudah jadi hehe.
Rohan Ramadhan
Sementara pada saat Ramadhan, beda lagi tradisinya. Misalnya rohan buka puasa. Sekitar 10an KK yang merasa berkecukupan dan ingin membagi rezeki dengan yang lain mengadakan buka puasa bersama di mushola. Setiap keluarga membawa Nare (tampah seng) berisi nasi, sayur, dan lauk pauk dan dikumpulkan di selasar mushola. Ketika semua warga sudah berkumpul, makanan disajikan, dan dinikmati bersama. Satu nare untuk beberapa kepala, dan dimakan dengan tangan (tapi setelah cuci tangan dulu ya..). Setelah selesai dan semua sudah merasa kenyang, nare dikumpulkan dan lanjut membersihkan mushola untuk tempat sholat maghrib. Nah, pada saat itulah Inak-inak memilih narenya masing-masing untuk dibawa pulang. Gimana caranya? Gampang. Tiap Nare, di bagian bawahnya, terdapat inisial nama pemilik nare tersebut. Biasanya yang ditulis adalah inisial nama anak pertama mereka hehe.
Langit Berbintang
Yang paling saya suka dari dusun ini adalah, tiap kali ke mushola waktu langit sudah mulai redup. Walaupun nggak ada lampu jalan dan sekeliling berupa kebun yang gelap. Nggak merasa takut, karena yang di atas lebih terang. Bintangnya besar-besar, banyak, susah dihitung. Sampai rasanya bisa ngambil satu bintang buat dibawa pulang. Subhanallah... Padahal di Yogya atau kota besar lain, paling banter yang kelihatan bulan dengan tambahan satu dua bintang aja.
Yang paling saya suka dari dusun ini adalah, tiap kali ke mushola waktu langit sudah mulai redup. Walaupun nggak ada lampu jalan dan sekeliling berupa kebun yang gelap. Nggak merasa takut, karena yang di atas lebih terang. Bintangnya besar-besar, banyak, susah dihitung. Sampai rasanya bisa ngambil satu bintang buat dibawa pulang. Subhanallah... Padahal di Yogya atau kota besar lain, paling banter yang kelihatan bulan dengan tambahan satu dua bintang aja.
Bersambung...
Note: Ini merupakan pengalaman KKN saya selama di desa Sokong, Lombok Utara, NTB.
(KKN-PPM UGM Unit NTB09 2013)

